Rabu, 09 Desember 2015

BAGAIMANA MEMILIH PEMIMPIN?


Para ahli Fiqh dan para ulama telah berbeda pendapat dalam hal cara memilih Pemimpin. Setidaknya terbagi menjadi dua kelompok:


Pertama; kelompok yang berpendapat bahwa Pemimpin (Khalifah) itu ditetapkan melalui nash (dalil) bukan dengan pemilihan. Sebagaimana yang dianut oleh kelompok Syiah.

Kedua; kelompok yang berpendapat bahwa Pemimpin (Khalifah) itu dipilih oleh ummat dan tidak ditetapkan oleh nash (dalil). Sebagaimana yang dianut oleh kelompok Ahlus Sunnah (Sunni), kelompok Mu’tazilah, kelompok Khawarij, sebagian kelompok Syiah, dan jama’ah dari Ahlul Hadits.


Metode Memilih Pemimpin Negara

Menurut Dr. Abdul Qader Abu Faris (penulis buku ‘Sistem Politik dalam Islam’), bahwa tidak ada aturan yang tetap berkenaan metode memilih Pemimpin. Sehingga, metodenya sangat fleksibel menyesuaikan dengan kondisi zaman. Namun bila kita cermati dalam buku-buku sejarah, maka kita dapat menemukan bahwa proses pemilihan Pemimpin setidaknya melalui dua tahapan.

Tahap Pertama adalah tahap pencalonan, atau semacam janji kesetiaan secara khusus. Yaitu anggota Majelis al Halli wal Aqdi (Majelis Syuro / Majelis Perwakilan Ummat) atau Pemimpin mengajukan calon kepada ummat.

Tahap Kedua adalah janji kesetiaan secara umum. Hal ini semacam referendum yang melibatkan ummat secara keseluruhan.


Model Pencalonan

Adapun terkait model pencalonan nama untuk dipilih sebagai pemimpin, ada dua macam sebagaimana berikut:

Pertama; seorang Pemimpin yang sah mencalonkan nama untuk Pemimpin setelahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar ash Shiddiq dan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhuma.

Kedua; pencalonan Pemimpin diajukan oleh Majelis al Halli wal Aqdi (Majelis Syuro / Majelis Perwakilan Ummat).


Metode Pemilihan Khulafa’ ar Rasyidin:

Metode tahapan pemilihan Pemimpin dan Model pencalonannya itu, merupakan kesimpulan dari pengalaman Sejarah ummat. Bahwa kita bisa mencermatinya pada empat metode pemilihan yang pernah dilakukan oleh Khulafa’ ar Rasyidin.

Pertama; Metode pemilihan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam, kaum Anshar berkumpul di Saqifah Bani Saa’adah, lalu datang dari kalangan kaum Muhajirin dan terlibat dalam musyawarah untuk memilih Khalifah. Sehingga orang-orang membai’at Abu Bakar di Saqifah, dan ini adalah janji kesetiaan khusus. Ini berfungsi sebagai pencalonannya.

Kedua; Metode pemilihan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.
Setelah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu bermusyawarah dengan para sahabat, ia tetapkan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar meninggal, Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu pun pergi ke masjid dan ummat membai’atnya sebagai bentuk bai’at umum.

Ketiga; Metode pemilihan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.
Sebelum kematian Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia telah memerintahkan untuk membentuk Majelis Syuro yang terdiri dari 6 sahabat; yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Lalu menambahkan putranya yaitu Abdullah, untuk menguatkan siapa yang akan menjadi Khalifah setelahnya. Maka ketika musyawarah tidak mencapai titik temu antara Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan, maka Abdullah menguatkan pendapat Abdurrahman bin Auf untuk menjadikan Utsman bin Affan sebagai Khalifah.

Keempat; Metode pemilihan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Setelah syahidnya Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, bersepakatlah para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar, termasuk di dalamnya adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam, untuk menetapkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai Khalifah.


Batam, 8 Desember 2015, 21.40

Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)


Baca juga:


2 komentar:

Rumah Kopi mengatakan...

Keren. Terima kasih pencerahannya, Mas Irfan. Semoga sesudah baca postingan ini, orang-orang nggak lagi salah memilih pemimpin.

Irfan Azizi mengatakan...

Terima kasih, sudah berkunjung, mbak Keyzia. Salah kenal...