Rabu, 11 Januari 2017

DARI TAUSIYAH CINTA MENUJU 5 PENJURU MASJID


Tuntas 34 provinsi roadshow Film Tausiyah Cinta, dan diakhiri tepat pada hari terakhir tahun 2016. Itulah kabar gembira yang saya terima senja hari 31 Desember 2016. Perjalanan nobar film Tausiyah Cinta selama setahun lebih, tentu sesuatu yang istimewa. Tidak mudah bertahan selama setahun, masuk ke pedalaman-pedalaman nusantara, dari ujung Aceh hingga ujung Jayapura dan dari Natuna hingga Kupang.


Tanggal 5 Desember 2015 di XXI Gandaria City, merupakan momentum yang selalu dikenang Humar Hadi selaku Sutradara film Tausiyah Cinta. Perjalanan film inipun dimulai, dan semakin laju bergerilya setelah resmi tayang reguler pada 7 Januari 2016. Tanpa terlalu peduli dengan berapa lama bisa bertahan di XXI, layar film ini segera merambah ke pelosok negeri. “Nobar TC selalu berkesan,” begitu kesan singkat Izharul Haq yang menjadi Produser-nya.

Awas nonton TC mengakibatkan kecanduan, jantung berdebar, menangis haru, baper, gagal move on dan serangan sulit tidur.” begitu kalimat yang tertera di tiket nonton bareng yang digelar di Palu. Dan benar, Ikerniaty yang menjadi panitianya mengaku, bahwa antusias di kantornya hingga beberapa pekan pasca nobar Tausiyah Cinta masih sangat terasa. Ada sesuatu yang membekas di benak para penontonnya. Hingga teman-teman di kantornya kemudian berburu soundtrack Tausiyah Cinta dari sumber-sumber internet. Antusias itu memang telah terasa saat hari nobar, di mana penonton terus berdatangan meski film telah mulai diputar. Selain memang jauh-jauh hari, panitia setempat telah menjual tiket nobar di jalan-jalan sembari mengikuti aksi demonstrasi damai yang saat itu berlangsung di kotanya.

Palu hanyalah satu contoh dari sekian fenomena yang hampir sama di daerah-daerah lainnya. Seperti Pontianak yang sampai menggelar 3 sesi pemutaran karena membludaknya jumlah penonton, sehingga baru selesai jelang tengah malam. Di Medan lain lagi ceritanya, nobar Tausiyah Cinta digelar dengan mengundang 100 anak yatim di Hall International CNI.

Perjalanan nobar Tausiyah Cinta memang istimewa. Menghibur sekaligus mengajak tafakur, membahagiakan sekaligus mengajak pada kepedulian. Bahkan di tengah-tengah rangkaian roadshow dari kota ke kota tersebut, tim BedaSinema bersama jaringan CMN-nya turut menggalang dana dari penonton Tausiyah Cinta yang didonasikan untuk korban kemanusiaan di Aleppo. Saat itu terkumpul 25 juta rupiah yang diserahkan melalui Rumah Zakat pada tanggal 18 Mei 2016.

Menjelang penghujung tahun, rangkaian nobar Tausiyah Cinta semakin menjangkau pelosok negeri. Pulau Sebatik termasuk pulau terluar dari wilayah nusantara yang tak ketinggalan untuk membentangkan layar film Tausiyah Cinta. Pulau ini terletak di ujung Kalimantan Utara yang dahulu sempat menjadi sengketa perbatasan dengan negara tetangga. Di pulau perbatasan inilah layar film Tausiyah Cinta dibentangkan dengan mengusung semangat ‘gelora perbatasan’. Semua itu tak luput dari spirit yang sejak awal memang ditanamkan oleh film ini. “Karena cinta itu ditumbuhkan, bukan dicari,” begitulah spiritnya.

Maka membentangkan layar di pelosok-pelosok negeri sesungguhnya adalah bagian menumbuhkan cinta. Tim BedaSinema paham betul, bahwa yang terpenting bukan mencari daerah-daerah yang siap membentangkan layar, namun jauh lebih penting adalah datang ke semua daerah untuk membentangkannya.

Selain pulau Sebatik, pada bulan terakhir tahun 2016 juga telah dibentangkan layar Tausiyah Cinta di Gorontalo, Ternate, Belitung, Pangkalpinang, dan Balikpapan untuk yang kedua kalinya. Hingga Kupang, Ende, dan Lombok yang kedua kalinya pula. Maka bisa dikatakan, Tausiyah Cinta menjadi film yang paling banyak ditonton tanpa bioskop.

Tampil di luar bioskop, bagaikan air bahari yang mengalir tanpa dibatasi sekat-sekat ruang. Semuanya menyatu; dari produser, sutradara, manajemen, pemain, hingga penonton. Inilah wajah bahari dari negeri kepulauan Indonesia yang hendaknya kita tampilkan. Di ruang-ruang tanpa sekat-sekat industri itulah kita berbhineka.

Menyaksikan para penonton usai nonton TC, tuh mata para penonton banyak yang lebam dan haru. Bahkan gak sedikit yang bengong di tangga gedung acara atau sudut bangunan. Ah, mungkin inilah cara TC dan kegiatan nobarnya terus digelar tanpa batasan. Karena pesan- penuh hikmah harus terus disampaikan di segala penjuru,” begitu Azwar mengenang kegiatan Sabtu-Minggu-nya selama roadshow TC setahun, berkeliling dari satu kota ke kota lainnya. Azwar Armando adalah komandan Creative Muslim Network, jaringan pendukung produk-produk kreativitas muslim yang diinisiasi BedaSinema dan kini telah memiliki cabang di seluruh provinsi Indonesia.

Apa yang disaksikan oleh Azwar, telah menjadi obat lelah baginya. Lelah memanjat untuk pasang layar sendiri, seperti yang terjadi di Balikpapan. Lelah menjalani perjuangan yang luar biasa untuk menyajikan Tausiyah Cinta ke daerah-daerah. Hal itu pula yang juga dikenang oleh Ibas, yang turut mendampingi perjalanan Tausiyah Cinta. “Memorable sekali dari awal TC sampai nobar dan ketemu pejuang kebaikan di penjuru kota di Indonesia. Mencintai proses TC hingga sekarang,” ungkap pemilik nama lengkap Suwandi Basyir itu.

Diana Eka Martiandani selaku Line Produser punya refleksi tersendiri dari perjalanan Tausiyah Cinta. “Zaman awal-awal belum berkumpul semua jaringan-jaringan ukhuwah teman-teman nusantara, TC bukan apa-apa. Tak akan jadi apa-apa. Dari awal pencarian investor sampai dana pribadi, perjuangan TC tak akan sampai di titik sekarang tanpa ukhuwah nusantara,” ungkapnya menjelang setahun perjalanan Tausiyah Cinta.

Bila dirunut total perjalanan Tausiyah Cinta, sesungguhnya telah lebih dari setahun. Sebab Tausiyah Cinta telah memulai roadshow-nya bahkan sebelum film ini selesai. Tanggal 20 September 2015, itulah langkah awal roadshow Tausiyah Cinta yang memilih menapakkan jejaknya pertama di Banjarmasin. Selain Banjarmasin, Batam pun telah menggelar karpet merah bagi Tausiyah Cinta sebelum film ini jadi.

Tapi di sela-sela nostalgia semuanya, Ratih Astrya selaku Sekretaris CMN Pusat mengingatkan akan makna lain yang semestinya tak luput pula kita simak agar kehidupan kita semakin bijak. “Di balik suksesnya seorang aktor, ada sutradara yang tak berhenti berpikir,” begitu selorohnya berhikmah.

Memang begitulah kehidupan ini. Di sekian gemerlap panggung, ada sudut-sudut sunyi penuh perenungan. Dari sekian personil yang tampil, lebih banyak lagi yang tak tampil namun menopang di balik-balik layarnya. Dari sekian banyak yang berperan apik, ada sedikit orang yang menanggung beban untuk terus berpikir kreatif. Salah satunya adalah sutradara. Dan mas Umank telah mempersembahkan film ini kepada kita semua, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Sebuah film sederhana yang membekas di hati siapapun yang menontonnya,” begitu dahulu Humar Hadi atau yang akrab disapa Umank itu menjawab saat dipinta mendeskripsikan film Tausiyah Cinta.

Dia punya niatan, dan dia berusaha mewujudkan niatannya itu. Maka di antara hati-hati yang telah disinggahi oleh Tausiyah Cinta adalah anak-anak binaan Rumah Zakat. Mereka, menurut pengakuan salah satu manajer wilayah-nya, semakin semangat menghafal al Qur’an selepas menonton Tausiyah Cinta.

Alhamdulillah. Al Qur’an itulah Tausiyah Cinta yang sesungguhnya. Maka dalam film ini, dominan dengan bacaan al Qur’an di alur ceritanya. Karena tausiyah yang penuh kecintaan itu memang adanya di al Qur’an, sebagai tausiyah yang langsung dari Rabb yang Maha Mengetahui segala ruang jiwa hamba-Nya. Itulah tausiyah yang mengantarkan cinta kepada Rabb, cinta kepada Nabi-Nya, cinta kepada rumah-Nya, cinta kepada firman-Nya, cinta kepada agama, hingga cinta kepada dirinya sendiri dan semua yang ada di lingkungannya. Maka sampailah pada cinta yang menentramkan sekaligus membuat berdaya.

Kini di tahun 2017, Tausiyah Cinta itu akan beralih menuju 5 Penjuru Masjid, film baru dari BedaSinema yang akan tayang selanjutnya. Bila tausiyah cinta itu adalah al Qur’an, maka persemaian terbaiknya adalah masjid. Sehingga dengan 5 Penjuru Masjid yang disingkat 5PM itu, kita akan dikenalkan akan esensi masjid yang telah lama terabaikan. Kita akan bercermin dari 5 pemuda yang memulai perubahan setelah jatuh hati pada masjid.

Akhirnya kita menjadi paham. Mereka yang telah menemukan tausiyah cinta dari al Qur’an dan merawat cintanya pada masjid, sesungguhnya akan menemukan keberkahan cinta yang hakiki. Cobalah dan rasakan bedanya dengan cinta-cinta yang tak tertaut pada al Qur’an dan masjid!


Muhammad Irfan Abdul Aziz

Jakarta – Indragiri Hulu – Kampar - Pekanbaru, 31 Desember 2016 – 11 Januari 2017

2 komentar:

Gesang Sari Mawarni mengatakan...

Jadi 5 Penjuru Masjid merupakan sekuel Tausiah Cinta?

Irfan Azizi mengatakan...

bukan