Minggu, 30 April 2017

HIDUP INI BUKAN MILIK SEORANG!


Hidup ini bukan milik seorang
Semua yang kini gemilang
Kelak belum tentu tetap benderang
Tuk rentang masa yang panjang

Dunia kita hari ini adalah dunia pertarungan antara kepemilikan individual dan kepemilikan komunal. Kepemilikan individual cenderung melahirkan nuansa kompetisi, yang setiap capaiannya cenderung berujung pada keangkuhan, hingga lahirlah tabiat keangkuhan yang menghancurkan. Sementara kepemilikan komunal cenderung melahirkan nuansa komunikasi, yang setiap capaiannya cenderung berujung pada ketawadhuan, hingga lahirlah karakter ketawadhuan yang mengokohkan.

Pada dunia kepemilikan individual, nuansa kompetisinya akan cenderung meniadakan komunikasi. Maka tidak heran, bila kepemilikan individual yang lebih menonjol akan melahirkan kehidupan sosial dengan pola komunikasi yang tidak sehat. Sementara pada dunia kepemilikan komunal, nuansa komunikasinya akan cenderung meniadakan kompetisi. Maka tidak heran, bila kepemilikan komunal yang lebih menonjol akan melahirkan kehidupan sosial dengan pola kompetisi yang sehat.

Capaian individual memang rawan melahirkan keangkuhan. Sedangkan capaian komunal akan menghadirkan ketawadhuan. Kenapa keangkuhan itu menghancurkan? Sebab tiada makhluk yang bisa berdaya sendirian. Kenapa ketawadhuan itu mengokohkan? Sebab itu yang akan mengundang kesolidan.

Karena kegundahan inilah, kita perlu lantang memperingatkan: Hidup ini bukan milik seorang!

Satu hal yang perlu disadari bersama… Kepemilikan itu akan menentukan kesinambungan. Sebab untuk bisa sinambung, kita memerlukan stabilitas dan tanggungjawab. Tentu stabilitas lebih dapat diwujudkan dalam semangat komunal daripada individual. Begitu pula tanggungjawab akan lebih mewujud dalam semangat komunal daripada individual.

Lalu, ingatlah! Semua yang kini gemilang, kelak belum tentu tetap benderang. Saya sengaja menuliskan kata ‘gemilang’ dan ‘benderang’. Gemilang itu menjelaskan status kepemilikan, yang memuaskan diri sendiri. Sementara benderang itu menjelaskan status kemanfaatan, yang bersinar menerangi sekeliling. Jadi, apa yang kita miliki saat ini, kelak belum tentu tetap bermanfaat.

Sebab, sangat mungkin kepemilikan tidak hilang, namun kemanfaatannya telah hilang. Mungkin harta-bendanya masih milik kita, namun tak lagi bermanfaat bagi orang lain. Maka, apa nilainya sebuah harta-benda yang hanya termiliki namun tak manfaat?

Hal yang paling mendasar, karena merasa itu hanya milik seorang. Kepemilikan individual memang lambat laun menghilangkan kemanfaatan. Sebab dikuasai seorang diri, yang kian menumpuk kian mubazir. Belum lagi sengaja diproteksi, yang manfaatnya terbatas untuk sendiri.

Sekali lagi, kita perlu lantang memperingatkan: Hidup ini bukan milik seorang!

Apalagi kehidupan ini penuh dengan rentang. Itulah jarak. Hidup ini menyimpan banyak rentang atau jarak. Ada rentang ruang, ada rentang waktu. Tidak hanya banyak rentang, kehidupan inipun panjang. Maka selain untuk melompati rentang itu perlu estafeta kolektif, melalui masa panjangnya pun memerlukan estafeta kolektif.

Bait di awal tulisan ini adalah bait pertama dari puisi yang mengintip isi novel ECONOM 3 (Menjelajahi Praktek Wakaf di Turki). Bait itu juga sedang digarap untuk menjadi sebuah nasyid oleh tim vocal ibukota. Siapakah mereka? Dan bagaimana hasil lagunya? Tunggu kehadirannya!

Sembari menunggu, sahabat boleh langsung memesan novel ECONOM 3 (Menjelajahi Praktek Wakaf di Turki). Bagi 100 pemesan pertama akan mendapatkan diskon istimewa. Jangan menunda-nunda, cukup ketik Nama Lengkap dan kirim via WA ke nomor 085775478018


Tidak ada komentar: